3 Penulis Wanita Jepang Yang Gebrak Dunia

 


Abad ke-21 dalam dunia sastra kini di dominasi oleh beberapa narasi khusus: mayoritas penulis laki-laki, kisah romantis, cerita cinta dan seks yang biasa. Namun banyak penulis moderen di Jepang melawan kaidah-kaidah ini dengan  pendekatan yang tidak biasa pada cerita romansa, seks, cinta dan pernikahan.

Pada era 80 dan 90an, penulis seperti Natsuo Kirino dan Banana Yoshimoto menulis banyak cerita tentang hal tidak biasa serta merefleksikan zaman progresif dimana sang penulis tinggal. Seperti halnya pada novel Kitchen, dimana Yoshimoto memperlihatkan trans woman sebagai pusat ceritanya, sedangkan Natsuo mengangkat tema tentang agresif fenism dalam novelnya. Mengikuti jejak penulis Jepang pada abad ke-21, telah menawarkan cerita-ceirta menarik, meberikan sebuah kisah yang tak baisa dan narasi yang baik termasuk dalam cerita romansa. Tiga diantaranya adalah Sayaka Murata, Mieko Kawakami, dan Aoko Matsuda

Convenience Store Woman (Sayaka Murata)


Keiko bahagia dengan kehidupan dan nasibnya, baik itu secara profesional ataupun asmaranya. Walaupun keluarganya bersikeras untuk membuatnya berjuang mendapakat sesuatu yang lebih, ia bahagia meskipun lajang, dan tak mengerti kenapa harus berubah.

Sebuah cerita dari penulis Sayaka Murata berjudul Convenience Store Woman. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Ginny Taply Takemori dan telah dipublikasi oleh Granta di tahun 2018. Novel ini telah mengambil alih dunia sastra untuk beberapa waktu. Sebuah novel pendek tentang seorang wanita yang bekerja di mini market sejak 18 hingga 36 tahun umurnya dan membuat pembaca terguncang tapi kenapa?

Convenience Store Woman memperlihatkan gambaran jelas tentang seorang perempuan yang tidak membutuhkan sesutau yang besar untuk membuatnya bahagia. Malahan, ia tidak membutuhkan uang ataupun kesuksesan sekalipun. Bahagia dengan kehidupan dan pekerjaanya itu saja sudah cukup baginya. Ia merasa nyaman, aman dan terhibur dengan suasana kehidupan yang sudah ia kenal pada mini marker tempatnya bekerja.

Seperti halnya keluargnya yang menuntutnya lebih, dan seorang lelaki muda yang agresif memaksa pikiran dan opininya terhadpnya, Keiko mengabaikannya dan melanjutkan apa yang ia lakukan sekarang. Keiko adalah seorang karakter yang merepresikan wanita moderen yang percara diri dan puas diri: seroang yang menolak membuktikan dirinya kepada orang lain dan hanya dengan cara membuatnya nyaman dan bahagia. Tidak lebih tidak kurang.

Saat di wawancari oleh The Japan Times, Murata berkata “beberapa orang memiliki perasaan yang sama pada Keiko. Banyak pembacaku mengatakan kalau mereka kehilangan rasa tentang apa itu lingkungan ‘normal’". Hal ini memberikan bukti kalau Keiko bukan tidak konvesional, tetapi ia mewakili orang-orang diluar sana. Betapun kecilnya kelompok mereka, mereka tetap ada.

Novel lainya karangan Sayaka Murata: A Clean Marriage (Short Story), Earthlings.

Breast and Eggs (Mikeo Kawakami)


Salah satu buku terbaik di tahun 2020 adalah Breast and Eggs (diterjamahkan oleh Sam Bett dan David Boyd) mencertiakan dua certia dalam satu buku, keduanya dinarasikan oleh Natsuko, seorang gadis muda yang tinggal di Tokyo sebagai penulis.

Dalam cerita pertama, Natsuko adalah seorang narrator yang pasif, dikunjungi oleh saudara perempuannya, Makiko. Ia merupakan seorang pelayan bar yang seiring usianya menjadi terobsesei dengan operasi implan payudara. Putri remajanya, Midoriko, telah berhenti berbicara dengannya setelah mengetahui kejamnya dunia dan peran wanita, baik secara soisal maupun bilogis. Di cerita keduanya, Natsuko yang menjadi pusat cerita menjadi perempuan yang sukses sebuah penulis, menemukan kenyamanan dalam kesendirian dan sekarang mencarai cara untuk menjadi seoarang ibu tunggal.

Breast and Eggs adalah sepasang cerita yang mebahas tentang peran wanita di era moderen.  Dengan tiga perempuan yang dipisahkan aturan dan peran gendernya saat ini. Kemarahan dan rasa jijik dari sudut pandang keponakan Natsuko: Kepatuahan dan Obsesi melalui tidakan saudara perempuan Natsuko, dan sebuah pemberontakan yang tenang melalui pilihan Natsuko sendiri. Novel ini juga menekankan pada persahabatan dan ikatan keluarga terhapda romansa dan cinta. Cerita ini bukan tentaang romansa, cinta, seks dan pernikahan, melainkan bagaimana para wanita membuat pilihan untuk dirinya sendiri dan dari dirinya sendiri.

Dalam wawancaranyaterhadap The Guardian, Kawaki menjelaskan “Itu hanya sebuah asumsi bahwa Ibu-ibu diluar sana akan menerima beban tersebut. Kita akan merawat anak-anak, mengajari mereka, mempersiapkan bekal makanannya dan melalui pekerjaan lebih–meskipun kita juga memliki pekerjaan yang harus diselesaikan. Lelaki tidak ingin meberikan kita sebuah hak khusus dengan mudahnya. Ibu-ibu dicuci otaknya untuk menjadi kuat, jangan menangis. Tapi semua orang akan menua dan mengerti bahwa apa arti kelemahan. Kita berada dimana semua hal yang tua harus dipertanyakan.”   

Hina-chan (Cerita pendek dalam Where the Wild Ladies Are) Aoko Matsuda


Where the Wild Ladies Are, diterjemahkan oleh Polly Barton, merupakan kumpulan cerita pendek hantu bertemakan feminis di era moderenn, masing-masing terinspirasi oleh cerita rakugo dan lakon kabuki dalam sejarah Jepang. Dalam bukunya, Matsuda telah mengubah cerita rakyat ini menjadi cerita moderen yang bertemakan feminis dan moral.

Dalam cerita Hina-chan, seorang wanita muda sedang memancing kerangka dari sungai. Tak lama kemudian, dia didatangi oleh hantu yang terikat pada kerangka tersebut. Dari sini, keduanya memasuki hubungan aneh yang tidak biasa dan intim yang melintasi batas antara hidup dan mati. Meskipun cerita tersebut tidak menantang perilaku konvensional dalam pernikahan, ini adalah romansa yang aneh serta romansa yang tidak melibatkan kehidupan dan pernapasan manusia. Itu membuat argumen bahwa cinta dapat mengambil bentuk atau bentuk apa pun dan melampaui batas apa pun, asalkan diizinkan.

Sayaka Murata, Mieko Kawakami, dan Aoko Matsuda merupakan salah satu penulis perempuan  Jepang yang meninggalkan hal umum dalam menceritakan sesuatu. Dengan karya mereka yang sudah dikenal oleh dunia, mereka mampu merubah padangan terhadap perempuan dengan mencertikannya mnelalui hal yang tak biasa.


sumber: savvy tokyo

Komentar